人權, 社運發電機, 移民/工

【新聞稿】漁工慶祝工會邁入第三週年,致力於海鮮產業的工作條件

文/

【台灣東港】1 月 29日,印尼海員同鄉聯誼會,正式名稱為「屏東縣漁工職業工會」 (FOSPI-PMFU)邀請數千名外籍漁工,包含工會盟友以及政府官員蒞臨東港鎮海公園共享盛舉,慶祝印尼海員同鄉聯誼會成立第十八周年以及屏東縣漁工職業工會邁入第三週年。近年來,FOSPI-PMFU漁工職業工會致力於組織來自印尼各地、受雇於台灣海鮮產業 的外籍漁工。海鮮產業是世界最危險之產業,而FOSPI-PMFU 致力於為海鮮產業的漁工奮鬥。在工會週年慶當天,FOSPI-PMFU呼籲雇主、消費者,以及政府機關保護漁工勞權,將工會爭取漁工權利的行動更上一層樓。FOSPI-PMFU 迎面挑戰龐大的海鮮產業,要求其採取行動,改善漁工的工作條件,並確保漁工在遠洋漁船上能夠使用 Wi-Fi,讓漁工能夠行使基本勞動權利,並在發生意外或疾病時及時獲得醫療協助。

FOSPI-PMFU 理事長Mudzakir 表示:「漁業仍然是全球最危險的職業之一,會員經常向我們回報關於災難性事故、危險的工作環境與狀況、缺乏醫療照護、食物和飲水資源不足、欠薪以及工時過長等問題。儘管如此,只要我們團結起來,加強工會力量、擴大我們的影響力且為自己發聲,就能共同改善海上的福祉與安全。」

由於多起報導揭露外籍漁工所面臨的惡劣工作環境,令台灣外籍漁工困境逐漸浮出水面。漁工在海上不僅遭受嚴重的工傷,例如手指或肢體截肢,或缺乏安全的飲用水與食物,受到強迫勞動、欠薪,甚至在近期颱風來襲時被迫留在漁船上。此外,許多漁工與外界隔絕、缺乏聯繫,他們的權益在海上更容易受到侵害。

在過去兩年中,FOSPI-PMFU與「漁工勞動人權立即實現」倡議行動的合作夥伴,包含台灣人權促進會 (TAHR)、海星海員中心 (Stella Maris)、桃園市群眾服務協會 (SPA)、美國全球勞工正義 (GLJ),以及最近加入倡議活動聯盟的日本太平洋亞細亞資源中心 (PARC) 展開了一場強而有力的本地與國際群眾運動。在慶祝 FOSPI-PMFU 三週年之際,「漁工勞動人權立即實現」倡議行動中的公民組織將持續倡議漁工的健康、安全及海上 Wi-Fi 通訊等權益。

18 年前,為了在東港漁港建立一座清真寺,同時為印尼籍漁工提供相互支持,FOSPI應運而生。自清真寺於2018年正式啟用以來,FOSPI 的重心隨之逐步轉向,並開始積極倡導移工漁工的勞動權益。2021 年,FOSPI 正式註冊成立了一個名為 PMFU 的工會,全面代表外籍漁工,為他們爭取海上基本勞權。

FOSPI-PMFU 理事長Mudzakir表示:「剛開始時,我們主要將所有努力聚焦於個別漁工,為他們發聲,一案一案地處理。處理案子的過程當中,我們也獲得海星海員中心(Stella Maris)及工會其他盟友的支持。我們組織募捐活動,與仲介公司與船主協調,並與政府機關建立溝通管道以提出申訴。我們提供避難所,協助漁工返鄉,並堅持遭欠薪的漁工應該留在台灣直到拿到工資。透過這些努力,我們認識到僅僅解決個案問題並不足夠,而是需要為系統性改革而努力。」

活動全程直播連結(有中文、英文、印尼文逐步翻譯)

Migrant Fishers Union Celebrates Three Years and a New Commitment to Improve Working Conditions in the Seafood Industry

Berkomitmen Memperbaiki Lingkungan Pekerjaan di Industri Seafood, Pekerja ABK Rayakan Ulang Tahun Ketiga Serikat

Donggang, Taiwan- On January 29, FOSPI-PMFU (Indonesian Seafarers’ Gathering Forum – Pingtun Migrant Fishers Union) gathered a thousand migrant fishers, allies, and government representatives at Zhenhai Park in Donggang to celebrate its 18 year anniversary as a community and third anniversary as a labor union organizing migrant fishers from across Indonesia working in Taiwan’s seafood sector.  At the event, FOSPI-PMFU escalated its fight for fishers’ rights in the world’s most dangerous industry by calling on employers, buyers, and governments to protect the rights of workers. FOSPI-PMFU is directly challenging the powerful seafood industry to improve working conditions for the fishers who generate its profits by guaranteeing fishers’ access to Wi-Fi on distant water fishing vessels to ensure fishers can access their fundamental labor rights and timely medical assistance in case of accidents and illness .

Donggang, Taiwan – Pada tanggal 29 Januari, FOSPI-PMFU (Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia – Serikat Pelaut Migran Pingtung) mengumpulkan ribuan pekerja ABK migran, sekutu serikat, serta perwakilan dari pemerintah di Taman Zhenhai, Donggang, untuk merayakan ulang tahunnya yang kedelapan belas sebagai komunitas serta ulang tahunnya yang ketiga sebagai serikat pekerja yang mengorganisir ABK migran dari seluruh penjuru Indonesia yang bekerja di industri perikanan Taiwan. Pada acara tersebut, FOSPI-PMFU memperkuat aksinya dalam memperjuangkan hak-hak ABK yang bekerja di industri paling berbahaya di seluruh dunia dengan menghimbau pihak-pihak majikan, pembeli, serta pemerintah untuk melindungi hak-hak ketenagakerjaan ABK. FOSPI-PMFU secara langsung menantang industri perikanan agar memperbaiki kondisi pekerjaan bagi para ABK yang secara langsung berkontribusi bagi industri tersebut. Salah satu cara untuk memperbaik kondisi dan lingkungan pekerjaan adalah dengan memberikan akses Wi-Fi bagi ABK yang bekerja di atas kapal perairan laut lepas demi menjamin hak-hak ketenagakerjaan dasar mereka dan memastikan bahwa mereka dapat menerima bantuan medis secepatnya ketika mengalami kecelakaan atau jatuh sakit di laut lepas.

“Fishing remains one of the most dangerous jobs in the world. Our members regularly report about catastrophic accidents, dangerous working conditions, lack of access to medical care, insufficient food and water, unpaid wages, and excessive working hours with climate change, these risks will only increase. But together, we can improve our welfare and safety and prevent accidents at sea by organizing, strengthening our union, and amplifying our voices,” said Mudzakir, Chair of the FOSPI-PMFU, Indonesian Seafarers’ Gathering Forum – Pingtun Migrant Fishers Union.

“Menjadi pelaut adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di seluruh dunia. Anggota-anggota kami sering sekali memberikan laporan tentang kecelakaan-kecelakaan mengerikan, kondisi pekerjaan yang berbahaya, tidak adanya akses untuk menerima perawatan medis, kekurangan makanan dan air minum, gaji yang tidak dibayar, serta jam kerja yang berlebihan di atas kapal. Tetapi apabila kita bersatu dan bekerja sama dalam berorganisasi, memperkuat serikat kita, dan memperbesar pengaruh serta suara kita, kita bisa meningkatkan keselamatan dan keamanan di lingkungan kerja para ABK, serta mencegah terjadinya kecelakaan di laut,” kata Mudzakir, Ketua FOSPI-PMFU.

 The plight of migrant fishers in Taiwan has garnered attention due to numerous reports highlighting the horrific working conditions faced by migrant fishers. These conditions include severe injuries, such as lost fingers and limbs, a lack of access to safe drinking water and food, forced labor, wage theft, and being compelled to remain on vessels during recent typhoons. Additionally, many fishers experience isolation and a lack of communication, which allows for violations of their rights.

Kesulitan yang dialami pekerja ABK migran di Taiwan yang sudah berulang kali diliput dan dilaporkan, terutamanya perihal kondisi kerja yang mengerikan dan tidak pantas, telah mendapatkan perhatian dari berbagai pihak di seluruh penjuru dunia. Kondisi kerja tersebut antara lain termasuk kejadian-kejadian di mana ABK mengalami luka parah, seperti kehilangan jari ataupun anggota tubuh lainnya. Selain itu, banyak yang tidak dapat meminum air bersih ataupun mendapat makanan, serta menjadi korban kerja paksa dan pencurian gaji. Para ABK bahkan diperintahkan untuk tetap berjaga di atas kapal selama beberapa taifun yang terjadi tahun lalu. Tidak hanya itu, banyak pula ABK yang terisolasi dari dunia luar dan tidak memiliki akses komunikasi, yang mengakibatkan mereka menjadi lebih rentan akan terjadinya pelanggaran atas hak-haknya.

FOSPI and allies in the Wi-Fi for Fishers Rights Campaign, Taiwan Association of Human Rights (TAHR), Stella Maris, Serve the People Association  (SPA), U.S. based Global Labor Justice (GLJ), and recently Pacific-Asia Resource Center (PARC) from Japan have mounted a robust public local and international campaign over the past two years. Civil society organizations from the Wi-Fi for Fishers Rights Campaign will celebrate FOSPI-PMFU’s three-year anniversary while advocating for fishers’ rights to health, safety, and Wi-Fi communication at sea.

FOSPI dan rekan-rekan dalam koalisi yang ikut memperjuangkan kampanye Wi-Fi untuk ABK, termasuk Taiwan Association of Human Rights (TAHR), Stella Maris, Serve the People Association (SPA), Global Labor Justice (GLJ) dari Amerika Serikat, dan Pacific-Asia Resource Center (PARC) dari Jepang dan yang baru saja bergabung dalam koalisi tersebut, telah melakukan aksi-aksi kampanye baik secara lokal maupun internasional selama dua tahun terakhir. Organisasi masyarakat sipil (OMS) yang telah menjadi bagian dari kampanye tersebut akan terus mengerahkan usaha advokasi dan memperjuangkan hak-hak kesehatan, keselamatan, dan komunikasi melalui Wi-Fi di atas laut bagi ABK sembari merayakan ulang tahun FOSPI-PMFU yang ketiga.

FOSPI began 18 years ago when migrant fishers sought to establish a mosque at Donggang Port, and offer mutual support for Indonesian workers in Taiwan’s fishing industry.  Since the mosque opened in 2018, FOSPI has expanded its focus to advocate for the labor rights of migrant fishers.

In 2021, FOSPI officially registered a labor union named PMFU to officially represent the migrant fishers in securing fundamental labor rights at sea.

FOSPI terlahir dari keinginan para ABK migran untuk membangun masjid di Pelabuhan Donggang serta membangun wadah di mana para pekerja migran asal Indonesia yang sedang berjuang di sektor perikanan Taiwan dapat mendukung satu sama lain 18 tahun yang lalu. Sejak masjid tersebut resmi dibuka pada tahun 2018, FOSPI telah memperluas fokusnya untuk melakukan advokasi bagi hak-hak ketenagakerjaan ABK migran. Pada tahun 2021, FOSPI secara resmi terdaftar sebagai serikat pekerja bernama PMFU agar dapat mewakili ABK migran dalam menjamin hak-hak ketenagakerjaan dasarnya ketika berlayar di laut lepas.

“In the beginning, we focused on advocating for individual fishers, one case at a time, with support from Stella Maris and other allies. We organized donations, mediated with brokers and vessel owners, and established communication channels with the government to report grievances. We provided shelter, facilitated repatriation, and advocated for unpaid fishers stay in Taiwan until they were paid. Through these efforts, we learned that addressing one problem at a time was not enough. We needed to fight for systemic changes. ”  said Mudzakir, Chair of the FOSPI-PMFU, Indonesian Seafarers’ Gathering Forum – Pingtun Migrant Fishers Union.

“Pada awalnya, kami menaruh perhatian pada aksi-aksi advokasi bagi para ABK secara perorangan, dan berusaha menangani kasus-kasus tersebut satu demi satu dengan dukungan dari Stella Maris dan rekan-rekan lainnya. Kami mengorganisasikan donasi, bermediasi dengan agensi dan pemilik kapal, serta membangun saluran-saluran pengaduan kepada lembaga pemerintahan. Kami menyediakan tempat pengungsian, membantu para ABK yang ingin kembali ke tanah air, serta melakukan kegiatan advokasi bagi ABK yang belum dibayar agar bisa tetap tinggal di Taiwan sampai mereka dibayarkan gajinya. Tetapi, seiring dengan berjalannya upaya kami, kami kemudian menyadari bahwa ini tidak cukup. Kami sadar bahwa kami harus memperjuangkan perubahan sistematis,” kata Mudzakir, Ketua FOSPI-PMFU.